Minggu, 10 April 2011

Zawawi Puisi

“ Celurit Emas ”
Roh – roh bebunga yang lalu sebelum semerbak itu
mengadu ke hadapan celurit yang ditempa dari
jiwa, celurit itu hanya mampu berdiam, tapi ke-
tika tercium bau tangan
yang
pura – pura mati dalam terang
dan
bergila dalam gelap
ia jadi mengerti : wangi yang menunggunya di se-
berang. Meski ia menyesal namun gelombang masih
ditolak singgah ke dalam dirinya.
nisan – nisan tak bernama bersenyuman karena ce-
lurit itu akan menjadi taring langit, dan mata-
hari akan mengesahkannya pada halaman – halaman ki-
tab suci.
celurit ini punya siapa?
Amin!
By:( Zawawi Imron )

Analisis..!!!
1.Pendahuluan
Sampai saat ini terdapat beberapa cara atau langkah yang dapat kita pakai dalam mengapresiasi sebuah karya sastra, terutama puisi. Diantaranya dapat kita mulai dari mengkajinya dari segi bahasa, sebab karya sastra seperti puisi tentu gaya bahasa sangatlah ditonjolkan oleh pengarang untuk menampilkan nilai estetik dan imajinasi dalam bahasa dan cirri khasnya dari pengarang, selain itu bisa jadi pengarang juga terpengaruh oleh lingkungan sosialnya dalam karya – karyanya serta berbagai macam bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi bisa diketahui pembaca. Setiap pengarang pasti mempunyai ciri khas tersendiri dalam setiap karyanya, oleh sebab itu pengarang melalui bahasa yang ia pergunakan mencoba untuk menunjukkan ciri khas mereka, begitu pula dengan puisi yang berjudul “ Celurit Emas “ karya Zawai Imron ini. Zawawi dalam setiap karyanya selalu menampilkan ciri khasnya lewat pilihan kata yang ia pakai, dan karyanya memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan karya pengarang – pengarang yang lain.

2. Isi
Dalam puisi yang berjudul “ Celurit Emas “ karya Zawawi Imron ini dapat kita apresiasi yang pertama adalah dari segi bahasanya termasuk salah satu aspek yang mempengaruhi style pengarang, kemudian mengapresiasinya dari ekspresi, dan lingkungan social pengarangnya dan macam – macam majas yang ada dalam puisi ini. Bahasa sebagai aspek yang paling menonjol dalam sebuah karya sastra terutama puisi, hal itu dikarenakan bahasa merupakan media sebuah karya sastra. Awalnya dari adanya kata “ celurit “ dalam puisi ini sepintas yang kita tangkap sebagai pembaca adalah nuansa tentang sebuah senjata tajam yang dikenal digunakan dalam budaya carok yang mengerikan di Madura, akan tetapi setelah membaca keseluruhan dari puisi ini kita akan mengetahui bahwa pengarang ingin menampilkan celurit dari segi sisi yang lain didalam karyanya. Dalam puisi ini kata celurit yang dimaksudkan pengarang bukanlah celurit dalam arti sebenarnya sebagai senjata tajam namun celurit disini dapat diartikan banyak hal seperti sebagai kehormatan, harga diri, pedoman hidup, hal yang sacral. Dalam puisi ini imajinasi pengarang sangat dimainkan diketahui dari pemilihan kata yang terkandung dalam puisi ini sehingga unsur senjata tajam yang ada dalam celurit dapat dihilangkan oleh pengarang dan digantikan dengan arti yang lain seperti kehormatan atau harga diri. Dari judulnya ada kata “ celurit “ yang identik dengan senjata digantikan dengan kehormatan dan kata “ emas “ yang identik dengan benda berharga yang mahal digantikan dengan sesuatu yang pantas dijaga, sehingga jika disimpulkan bahwa maksud atau arti dari judul “ celurit emas “ adalah kehormatan sebagai sesuatu yang berharga layaknya sebuah emas dan harus dijaga. Sedangkan dari kalimat “ nisan – nisan tak bernama bersenyuman karena celurit itu akan menjadi taring langit “ dapat diartikan bahwa kehormatan layaknya sesuatu yang berharga dan tak ternilai harus dijaga apapun resikonya. Lalu dari kalimat “ dan matahari akan mengesahkannya pada halaman – halaman kitab suci “ dapat diartikan sebagai selalu ada dan pantas dijaga kesuciannya. Dan dari kalimat “ celurit itu hanya mampu berdiam, tapi ketika tercium bau tangan yang pura – pura mati dalam terang dan bergila dalam gelap ia jadi mengerti wangi yang menunggunya diseberang “ dapat diartikan sebagai saat kehormatan atau harga diri dipertahankan maka akan kita dapati sebuah kebanggaan tersendiri nantinya. Dari sini kita menangkap pesan moral bagi pembaca dari pengarang lewat puisi ini.
Terakhir kita akan mencoba mengapresiasi puisi ini dari majas atau bahasa kiasan yang dipergunakan oleh pengarang. Diantaranya yang bisa kita temukan adalah:
A. Majas Metafora : Gaya bahasa yang berisi ungkapan yang membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk yang singkat. Terdapat pada pemilihan judulnya yakni “ Celurit Emas “, maka pembaca sepintas akan membandingkan kedua kata tersebut. “ celurit “ yang dikenal sebagai senjata tajam dan “ emas “ yang dikenal sebagai benda yang berharga dan mahal harganya tentu adalah dua kata yang cukup berbeda.
B. Majas Personifikasi : Gaya bahasa yang menunjukkan kiasan untuk membuat benda – benda mati seolah – olah mampu memiliki sifat seperti manusia. Terdapat pada kalimat “ celurit itu hanya mampu berdiam, nisan – nisan tak bernama bersenyuman, dan matahari akan mengesahkannya “. Dalam kalimat – kalimat tadi pembaca dibuat seolah – olah celurit, nisan dan matahari dapat mempunyai sifat seperti manusia.
C. Majas Epitet : Gaya bahasa yang menjelaskan atau menggantikan seseorang dengan deskripsi berisi satu cirri khusus. Terdapat pada kata “ bebunga, bersenyuman, dan celurit “ sehingga pembaca secara tidak langsung akan mengartikannya tidak jauh dari budaya Madura.

3. Penutup
Dalam puisi celurit emas ini terdapat beberapa kata yang menarik, hal tersebut dikarenakan adanya kata – kata seperti: bebunga, celurit , itu bukan lah kata – kata atau bahasa yang sering kita jumpai dalam bahasa sehari – hari kita. Beberapa kata tadi adalah kata – kata yang dapat kita jumpai di daerah Madura, dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa Zawawi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Selain puisi ini juga unik dan juga terdapat pemakaian bahasa kiasan, dari bermacam – macam hal yang kita temukan dalam puisi ini salah satu unsure yang kita rasakan dan menjadikannya berbeda dari puisi lain adalah Zawawi turut membawa unsur budaya Madura sebagai salah satu ciri khasnya melalui karyanya.